Hukum Berobat
Pengertian berobat
Berobat adalah mencari kesembuhan
dari penyakit dengan obat-obatan. Berobat dilakukan ketika dalam keadaan sakit
atau semisalnya.
Hukum berobat
Ulama sepakat bahwa berobat dari
penyakit disyariatkan berdasarkan nas ayat dan hadits diantaranya :
إن
الله أنزل الداء والدواء ، وجعل لكل داء دواء ، فتداووا ، ولا تتداووا بالحرام
“Sesungguhnya Allah
menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit ada
obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang
haram.’’ (HR. Abu Dawud)
Hanya kemudian para
ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya, mana yang lebih utama : Berobat
atau bersabar dengan penyakitnya. Sehingga paling tidak ada 2
pendapat yang masyhur dikalangan ulama mazhab tentang hukum
berobat, sebagian menghukumi sunnah sedangkan yang lain berpendapat hukumnya
mubah.
1. Hukumnya Mubah
Kalangan mazhab Hanafiyyah dan
Malikiyyah berpendapat bahwa hukum berobat itu mubah. Kalangan ini
mengkompromikan adanya riwayat anjuran untuk berobat dan hadits-hadits tentang
sabar terhadap penyakit.
عَنْ أُمِّ العَلاَءِ قَالَتْ : عَادَنِيْ
رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مَرِيْضَةً، فَقَالَ
: اَبْشِرِىْ يَا أُمِّ العَلاَءِ، فَإِنِّ مَرَضَ المُسْلِمِ يُذْ هِبُ اللَّهُ
بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْ هِبُ النَّارُ خَببَثَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ
"Dari Ummu Al-Ala', dia berkata :"Rasulullah Shallallahu'alaihi wassallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. 'Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala'. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak". (HR. Abu Dawud)
Dalam sebuah riwayat yang
masyhur, Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhupernah bertanya pada
Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam. “Wahai Rasulullah, apakah balasan
bagi seseorang yang terkena demam?” Rasulullah menjawab: “Kebaikan akan
mengalir padanya.” Beliaupun berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta
kepadamu penyakit demam yang tidak menghalangiku untuk jihad kepadamu.”
2. Hukumnya
mubah bersabar lebih baik.
Mayoritas ulama mazhab
Hanabilah berpendapat hukum berobat itu boleh, namun meninggalkannya lebih
afdhal. Diriwayatkan imam Ahmad berkata : Hal itu karena lebih dekat kepada
tawakal.
Diantara dalil yang digunakan
adalah hadits Ibnu Abbas ada seorang wanita yang ditimpa
penyakit epilepsi. Wanita itu meminta kepada Nabi shalallahu’alaihi wassalam
agar mendoakannya, lalu beliau menjawab: “Jika engkau mau bersabar (maka
bersabarlah), engkau akan mendapatkan surga; dan jika engkau mau, akan saya
doakan kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.` Wanita itu menjawab, aku akan
bersabar. `Sebenarnya saya tadi ingin dihilangkan penyakit saya. Oleh karena
itu doakanlah kepada Allah agar saya tidak minta dihilangkan penyakit saya.`
Lalu Nabi mendoakan orang itu agar tidak meminta dihilangkan penyakitnya.”
3. Hukumnya
sunnah.
Kalangan Mazhab Syafi’iyyah dan
sebagian ulama Hanabilah berpendapat bahwa berobat hukumnya dianjurkan
(sunnah).
Ibnul Qayim al Jauziyyah secara
khusus bahkan mengcounter pendapat yang mengatakan bahwa berobat itu bisa
menjauhkan dari tawakal. Ia berkata, “Terdapat hadits-hadits yang shahih
mengenai perintah berobat dan tidak bertentangan dengan tawakkal sebagaimana
mencegah rasa lapar, haus, panas dan dingin dengan kebalikannya. Bahwan
tidaklah sempurna hakikat tauhid kecuali dengan melakukan sebab-sebab yang
sudah Allah tetapkan sebagai sebabnya secara qadari (misalnya api menyebabkan
panas) dan syar’i (misalnya silaturahim memperlancar rezeki).”
Dalil yang digunakan :
1. Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
إن
الله أنزل الداء والدواء ، وجعل لكل داء دواء ، فتداووا ، ولا تتداووا بالحرام
“Sesungguhnya Allah
menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap penyakit ada
obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang
haram.’’ (HR.Abu Dawud )
2. Dari
Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Wahai Rosulullah, apakah kita berobat?’ Nabi
bersabda, ‘berobatlah, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit,
kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali satu penyakit (yang tidak ada
obatnya),’’ mereka bertanya,’’apa itu’’ ? Nabi bersabda,’’penyakit tua.’’ (HR.Tirmidzi
)
Khatimah
Sedangkan sebagian ulama
kontemporer merinci hukum berobat itu menjadi beberapa bagian, yaitu :
- Wajib : Diantara berobat yang dihukumi wajib contohnya adalah berobatnya seseorang dari penyakit yang menyebabkan ia meninggalkan perkara wajib padahal dia mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini adalah untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
- Sunnah/ mustahab : Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri dan orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular, maka berobat menjadi sunnah baginya.
- Mubah/ boleh : Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti kondisi hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak berobat.
- Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi :
- Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga kuat akan berbuat sis- sia dan membuang harta.
- Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari ujian ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu Abbas dalam kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah ini.
- Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang diderita, tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik tidak berobat.
- Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab kesabarannya.
Dan semua kondisi ini
disyaratlkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada kebinasaan, jika
mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka berobat menjadi
wajib.
5. Berobat Haram
Jika berobat dengan sesuatu yang
haram atau cara yang haram maka hukumnya haram, seperti berobat dengan
khomer/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.
Demikian bahasan tentang masalah
ini. Wallahu a’lam.
0 Response to "Hukum Berobat"
Posting Komentar